Opini Politik
Suburnya Peraktik Korupsi di Indonesia

Mahasiswa Stisipol Raja Haji Tanjung Pinang Prodi Sosiologi, Dimas Wibowo
Rezim berikutnya, Orde Baru, tidak lebih baik
Ross McLeod, ekonom dari Australian National University, menyatakan bahwa korupsi yang terjadi pada waktu itu memang dirancang oleh rezim untuk menciptakan dan mengumpulkan manfaat bagi semua kegiatan bisnis keluarga. Rezim ini sangat dikenal dengan slogan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
Praktik korupsi puluhan tahun mengantarkan Indonesia pada krisis ekonomi di tahun 1998. Pada akhirnya rezim Orde Baru tumbang akibat perilaku korupsi yang dibiarkan.
Sejak berakhirnya rezim Orde Baru, Indonesia masuk ke era yang lebih demokratis yaitu reformasi. Tapi bukan berarti, era tersebut luput dari para koruptor yang serakah.
Laboratorium Ilmu Ekonomi, Universitas Gadjah Mada mencatat bahwa sejak 2001-2015, setidaknya penegak hukum sudah menangani kasus korupsi sebanyak 2.321 kasus dengan 3.109 terdakwa yang merugikan negara sebesar Rp203,9 triliun. Artinya, negeri ini merugi sekitar rata-rata Rp 13,6 triliun per tahun pada kurun waktu tersebut.
Kasus-kasus besar meliputi kasus korupsi BLBI, Bank Century, dan e-KTP.
Dari ketiga kasus itu saja, kerugian negara mencapai Rp14,28 triliun rupiah. Angka tersebut masih kecil jika dibandingkan dengan beban hutang kasus BLBI yang harus dibayar negeri ini hingga tahun 2045 sekitar Rp14.000 triliun beserta bunganya.
Dampak korupsi pada ekonomi Indonesia
Penjabaran di atas menunjukkan bahwa korupsi jika dibiarkan akan membawa bangsa mengalami krisis ekonomi. Hal ini setidaknya sudah terjadi pada rezim Orde Lama dan Orde Baru.
Mungkin karena itulah, pada krisis ekonomi tahun 1998, Bank Dunia merekomendasikan korupsi sebagai urutan pertama yang harus diberantas di Indonesia.
Korupsi perlu diberantas karena praktik ini menjadi sumber dari segala masalah ekonomi yang diderita bangsa ini.
Mulai dari kemiskinan, ketimpangan, terbatasnya lapangan kerja, bahkan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, semuanya terjadi berulang-ulang karena praktik korupsi yang melanggengkan terjadinya misalokasi sumber daya.
Pada 2016, Forum Ekonomi Dunia merilis data bahwa korupsi masih menjadi masalah utama bagi pelaku bisnis di Indonesia.
Korupsi memaksa pebisnis mengeluarkan biaya tambahan sebesar rata-rata 10 persen untuk memperlancar kegiatan usahanya. Hal ini membuat investor dari luar negeri enggan untuk menanamkan modalnya di negeri ini karena mahalnya upaya menjalankan bisnis di Indonesia.
Sementara itu pengusaha-pengusaha kecil jadi enggan untuk bersaing. Konsumen juga dirugikan karena biaya tambahan yang dikenakan akan dibebankan ke konsumen dengan menaikkan harga barang.
Dampak lainnya adalah menurunnya nilai investasi akibat rendahnya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di negeri ini.
Akibatnya kesempatan kerja semakin kecil sehingga angka pengangguran akan meningkat.
Peneliti Universitas Indonesia Rivayani menemukan bahwa korupsi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Penelitiannya menunjukkan bahwa korupsi menjadi kendala bagi program-program pembangunan karena terjadi pengalihan sumber daya untuk kepentingan segelintir orang.
Terkendalanya program pembangunan tersebut juga berakibat kepada lambatnya program untuk mengentaskan kemiskinan. Sehingga ketimpangan menjadi semakin melebar.
Read more info "Suburnya Peraktik Korupsi di Indonesia" on the next page :
Source : CR005